Pendidikan bukan hanya bertujuan untuk
mencetak manusia yang cerdas dan pandai tetapi juga pendidikan diharapkan mampu
membentuk sumber daya manusia yang memiliki moral (bermoral). Pendidikan di Indonesia selama ini masih
mengesampingkan pendidikan moral. Seharusnya pendidikan kita mampu menciptakan
pribadi yang bermoral, mandiri, dewasa, bertanggungjawab, beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur,
berperilaku sopan dan santun, beretika, tahu malu dan tidak anarki serta
mementingkan kepentingan bangsa dan negara bukan pribadi atau kelompok
tertentu. Tidak hanya pendidikan akademis saja yang hanya membentuk kepandaian
dari segi kognitif.
Banyak yang terjadi saat ini adalah orang
yang pandai maupun cerdas, tetapi ia tidak bisa menanamkan nilai-nilai
moralitas. Pada era globalisasi saat ini moral bangsa Indonesia sangatlah
kurang, terbukti bahwa banyak orang-orang yang berpendidikan tinggi
tetapi ia tidak menanamkan nilai-nilai moral. Tercermin bahwa saat ini
orang jarang yang bisa menghargai orang lain, sehingga banyak kejahatan yang
merajalela. Banyak anak remaja yang suka berkelahi/ tawuran, berani pada
orangtua, melanggar peraturan sekolah. Mereka malah membuat asumsi yaitu “peraturan dibuat untuk
dilanggar”.
Banyak teroris yang masih berkeliaran
membuat keributan. Bom masih diledakkan tempat-tempat ibadah.
Apakah dunia Pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi
(PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata krama dan kasih sayang antar
sesama kepada siswa atau mahasiswanya? Apakah ini semua hasil dari sistem
pendidikan kita selama ini ? Ataukah ini akibat dari perilaku para pemimpin
kita? Yang lebih parahnya lagi adalah para pemimpin bangsa yang hanya
memikirkan diri sendiri ketimbang memikirkan kepentingan rakyatnya.
Runtuhnya moralitas bangsa diawali oleh
pemimpin-pemimpinnya. Bagaimana bangsanya mau maju kalau pemimpinnya saja tidak
bisa memimpin dirinya sendiri? Coba bayangkan bila pemimpin kita pandai, tetapi
tidak bermoral? Banyak kasus yang terjadi saat ini adalah para pejabat malah
sibuk dengan memperebutkan kekuasaan dan juga haus akan materi sehingga
rakyatnya terabaikan. Apakah ini yang dinamakan pemimpin yang seharusnya
mementingkan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan pribadi maupun
kelompoknya? Apakah ini yang dinamakan wakil rakyat yang seharusnya
memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya?.
Korupsi, kolusi dan nepotisme masih
bersemi, dimana letak keadilan di negara ini? Jika para koruptor masih bisa
berkeliaran kesana-kemari, hukum tak kunjung ditegakkan. Apakah ini hasil dari
sistem pendidikan kita saat ini? Mencetak orang-orang yang suka berbohong,
egois, dan rakus akan harta dan tahta. Mereka berbohong demi rupiah, maka tak
heran bahwa saat ini orang yang berkuasa saat adalah orang yang memiliki banyak
uang, uang bagaikan raja. Karena dengan uang mereka bisa membeli apa yang
mereka inginkan, baik kedudukan ataupun yang lainnya.
Dengan uang para siswa berani membeli
kunci jawaban Ujian Nasional agar mereka bisa mendapatkan nilai yang maksimal,
begitu juga para mahasiswa yang akan skripsi mereka juga akan melakukan hal
yang sama membeli skripsi orang atau dengan cara menjiplak skripsi milik orang
lain.
Sungguh ironis jika seorang mahasiswa
yang dianggap bisa melakukan banyak hal, tetapi mereka menjiplak milik orang,
dan masa sekarang ini menunjukkan bahwa jarang yang masih orisinil. Hal
itu menunjukkan bahwa masyarakat saat ini mulai cenderung berperilaku cepat,
dan semua yang diinginkan harus cepat saji (instan). Yang dikenal juga sebagai
budaya
instan.
Anak-anak pada masa sekarang pun mulai
berubah, sikap anak-anak sudah mulai mencontoh sikap orang dewasa. Ironisnya
karena mereka melihat televisi yang sekarang ini tidak layak untuk dilihat
untuk seumuran mereka. Sekarang ini televisi acaranya sinetron yang tidak
menidik anak, yang ditayangkan adalah memperebutkan harta dan tahta,
disitu juga ditayangkan cara-cara memperebutkan harta dan tahta. Membunuh dan
menyiksa adalah gambaran sinetron masa sekarang ini. Pelajar yang seharusnya
belajar malah pacaran dan tawuran, alhasil anak mulai meniru hal-hal yang ada
di sinetron. Pelajar makin kurang ajar berani dengan orangtuanya sendiri,
berani dengan gurunya. Bukankah itu merupakan sikap yang tidak bermoral? Maka
sebagai orang tua seharusnya memberikan bimbingan saat anak mereka melihat
tayangan televisi yang tidak sesuai dengan umur mereka.. Peranan orangtua
sangat penting dalam pembentukan moralitas anak, karena sebelum anak mengenal
dunia pendidikan (pendidikan formal), tentunya keluarga/ orangtua adalah orang
yang ia kenal pertama kalinya, jadi sebagai orang tua harus membimbing dan
mendidik anak agar memiliki moral yang baik (pendidikan informal). Jadi
pendidikan formal yang bermoral dan pendidikan informal saling berkaitan,
karena pendidikan formal yang bermoral untuk melengkapi hal-hal yang belum ada
di pendidikan informal, misalnya seperti tentang tata susila, tata karma, dan
sebagainya. Perlu adanya kerjasama antara pihak orangtua dan sekolah
(pendidikan formal yang bermoral) dalam pembentukkan moral anak.
Kemudian dengan adanya pendidikan formal
yang bermoral diharapkan mampu memberikan pengertian tentang nilai-nilai
moralitas agar anak bangsa (generasi penerus) semakin tahu mana yang baik dan
buruknya suatu perbuatan, sehingga pada saat ia sudah dewasa, ia menjadi orang
yang bertanggung jawab, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bisa
saling menghargai dengan orang lain serta berguna bagi nusa bangsa dan
negara. Sehingga kelak bisa membangun bangsa dan negara ini dengan baik.
Dengan demikian pendidikan moral
sangatlah penting. Segala komponen dalam pendidikan seperti guru dan dosen
harus memberikan contoh suri teladan yang baik, begitu juga dengan para
pemimpin bangsa harus meninggalkan segala perbuatan yang dirasa tidak pantas
ditiru oleh generasi penerus. Dengan begitu generasi penerus akan termotivasi
dengan adanya panutan yang bermoral, mandiri, dewasa, bertanggungjawab, beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, berakhlak mulia, berbudi
pekerti yang luhur, berperilaku sopan dan santun, beretika, tahu malu dan tidak
anarki serta mementingkan kepentingan bangsa dan negara bukan pribadi atau
kelompok tertentu. Sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan
sejahtera.
Hesty
Restiana
292011316/RS11H